Jumat, 25 Desember 2020

K.H Moh. Romzi Al Amiry Mannan_Kyai Hebat di era Milenial

Cendikia dan Humoris

Kyai yang bersahaja itu telah wafat. Menyisakan beribu ribu tangis air mata di belakangnya. Almarhum K.H Moh. Romzi Al Amiri Mannan nama Kyai tersebut. Beliau adalah Mudir Ma’had Aly Pondok Pesantren Nurul Jadid, Paiton Probolinggo. Namun, nyatanya tidak. Esensi keberadaan beliau di dunia ini masih terasa oleh kebanyakan masyarakat disekitar. Dilihat dan ditilik dari kitab-kitab yang sudah rampung beliau karang dengan perkiraan 72 judul (Tutur Kyai muda Ahmad Barizi yang mana beliau adalah menantu Kyai Romzi). Nyatanya sudah banyak dikaji masyarakat juga santri.

Ditengah kesibukan beliau yang sangat padat oleh acara tabligh. Hampir dikatakan tidak ada waktu luang di setiap harinya. Karena, waktu kosong yang beliau punya selalu diisi dengan mengarang kitab. Dari sini, tahulah kita bahwa beliau termasuk salah satu Kyai yang produktif dan Hobi menulis. Tidak hanya unggul dalam karang mengarang kitab. Beliau juga salah seorang penceramah multitalenta. Baik itu sekedar acara rumahan semisal walimah, hingga acara-acara seminar resmi di perguruan tinggi. Tercatat beliau juga salah seorang dosen di Universitas Nurul Jadid, Paiton Probolinggo.

Keras dan disiplin keperibadiannya, namun lembut dalam membina keluarga. Sifatnya tidak memaksakan kehendak atas putera-puteranya dalam menuntut ilmu. Sesuai dawuh Kyai Hilman Zidny selaku putera beliau. Sebut saja ketika mendidik Kyai Hilman, beliau memberikan kepasrahan kepada anaknya.

Subhanallah, Namun siapa sangka di balik kebersahajaan dan kesederhanaannya, beliau adalah bak mutiara tersembunyi di antara celah-celah batu karang lautan, intan permata di antara hamparan bebatuan, kayu gaharu di antara deretan pepohonan di tengah lebatnya hutan belantara. Laik mutiara-mutiara jatuh bertuturan dari lisan beliau saat berceramah. Guyon jernih dari imunya ketika berceramah membuat gelak tawa membahana di dalam mejelis.

Umpama cerita beliau saat menjadi penceramah di salah satu tempat:

Saat beliau sedang berada di dhalem(1) , kedatangan tamu empat laki-laki berpakaian rapi. Setelah ditanya dan basa-basi sedikit, mereka datang bertamu selain untuk bersilaturahim sekaligus ingin berdialog dengan Kyai Romzi.

“Saya ini aliran HTI (Hizbut Tahrir Indonesia)” ucap tamu pertama memulai pembicaraan. “Saya ini katanya aliran yang tersesat, aliran yang terlarang. Padahal NU (Nahdhatul Ulama)”. (2)

“Siapa NU?” Tanya Kyai Romzi memancing. Sedang beliau tahu bahwa tamu yang datang tidak mencari kebenaran, melainkan mencari kemenangan atas semua hujjahnya.

“Ya Ustadz!”

“Apa Bid’ah” sekali lagi beliau tetap memancing.

“Ya bid’ah itu pokoknya setiap sesuatu yang belum pernah dicontohkan oleh Rasul!”

“Oh, begitu. Apa contohnya?”

K.H Muh Romzi Al Amiry mannan_Mudir Ma'had Aly Pondo Pesantren Nurul Jadid

“Ya, seperti Tahlil, Barzanji, Dhiba’, Maulidan, Nuzulul Qur’an, Halal Bi Halal. Itu tidak ada di zaman Nabi!”

Mas, kesini (dhalem) naik apa?”

“Sepeda motor”.

“Lah, Itu bid’ah. Rasulullah dahulu tidak pernah naik sepeda motor”.

“….”. Tamu 4 orang tadi lantas diam.

Sontak seluruh hadirin tertawa. Memang benar apa yang dikatakannya. Meski itu hal baru juga bid’ah, sepeda motor termasuk bid’ah yang baik. Tidak menutup kemungkinan bahwa tahlil yang dianggap bid’ah oleh kaum tersebut adalah suatu hal yang sangat baik sesungguhnya. Walau  tidak ada di zaman nabi Muhammad S.A.W.

Setelah puas mendengar hujjah tamunya yang notabene dijatuhkan kepada dirinya. Beliau masuk ke dapur menyuruh Nyai Latifah (3) membuatkan nasi rawon lima piring. Empat tanpa sendok dan satu dengan sendok untuk beliau beliau.

“Mari Mas, shodaqoh saya” dengan senyum kekhasan beliau.

“sendoknya mana Kyai” Tanya salah seorang tamu, terheran-heran.

“Bid’ah! Rasulullah makan tidak pernah pakai sendok.” Ucap Kyai Romzi dengan senyum khasnya.

Sekali lagi hadirin ketawa mendengar cerita beliau meladeni tamu-tamunya.

Jelaslah, beliau tidak selalu monoton dalam mengayomi masyarakat. Sedikit demi sedikit, dengan guyonnya  beliau mencampur kekhasan dalam berceramah dengan teknik ilmu yang dimiliki.

Beliau juga termasuk seorang ayah yang sangat baik. Seperti kutipan Kyai Hilmansaat masih menjalani penugasan di tanah Madura.

“nak, Jikalau ada orang yang tidak suka kepada kita sudah biasa. Itu adalah cobaan di masyarakat ya seperti itu. Jadi, tidak semua orang yang senang di hadapan kita senang kepada kita. Kalau kita cuma cukup dua tangan tidak mampu untuk menutup beribu-ribu mulut, maka kita cukup untuk menutup kedua telingan kita”.

Subhanallah. Ghafarallah.

 

 

 

1.      Dhalem: kediaman tokoh.

2.      Dialog ini terjadi sebelum keluarnya undang-undang dihapusnya aliran HTI.

3.      Isteri Al-Marhum Kyai Moh. Romzi Al-Amiri mannan.

 

 

Nuril L.J adalah penulis muda yang terus berdedikasi membuat karangan untuk negeri. Dia juga termasuk salah seorang santri aktif di Pondok pesantren Nurul Jadid.  Lahir di banyuwangi 19 tahun yang lalu. Sebelumnya pernah mengenyam pendidikan di salah satu pondok pesantren di Banyuwangi sebelum akhirnya mengabdikan dirinya di Nurul Jadid.

1 komentar:

Pengamalan Trilogi Santri Pondok Pesantren Nurul Jadid

Bagaimana aku menjalani hidup, prinsipku sederhana. amalkan trilogi. cukup. ini yang sering dijelaskan oleh guru agamaku di asrama. trilogi ...